Nasib Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perpustakaan Surabaya hingga kini belum menemui titik terang. (suarasurabaya.net) perlu adanya kejelasan untuk meluruskan Raperda Perpustakaan. Problem rendahnya minat baca menjadi permasalahan yang kompleks dan tidak lagi menjadikan perda sebagai penyelamat atas kusutnya masalah itu. Ada faktor kentalnya budaya baca, faktor keluarga, pengaruh televisi, mahalnya harga buku karena ongkos produksi yang mahal yang disebabkan tidak adanya subsidi biaya pembelian kertas dari pemerintah. Dari sini saja sudah banyak yang akan kita dipersalahkan. Menurut rencana, jika perda itu sudah tuntas dan diberlakukan di Surabaya, tiap fasilitas umum seperti mal, plaza, terminal, stasiun, bandara, dan pelabuhan wajib menyediakan taman bacaan atau sudut baca. Bila tidak, ada sanksi yang siap menanti.
Sekilas terlihat remeh, wajib menyediakan taman baca. Bagi masyarakat menengah keatas untuk membili buku mungkin tidak menjadi masalah, bagi masyarakat yang kurang mampu akan berfikir duakali. Bagi mereka untuk bisa memiliki buku harus menabung atau bekerja ekstra untuk mendapatkan penghasilan lebih, baru bisa memiliki buku tersebut. Pemerintah mencoba mengatasi dengan memanfaatkan peraturan dan perundang-undangan tentang perpustakaan yang akan diterapkan di tiap-tiap daerah dengan harapan agar masyarakat mendapatkan sumber informasi yang diinginkan melalui pengelolaan perpustakaan di tiap daerah.
Undang-Undang No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan mengharuskan pemerintah daerah membuat perda tentang pengelolaan perpustakaan. Beberapa daerah, misalnya Semarang, sudah memilikinya. Perda itu diharapkan mampu meningkatkan kinerja perpustakaan dan minat baca pelajar dan masyarakat umum. Selain itu, koleksi buku diharapkan bertambah dari waktu ke waktu. Perda pengelolaan perpustakaan merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan bantuan dari perpustakaan nasional, baik bantuan buku, program, maupun sarana dan prasarana. Tidak hanya itu perpustakaan seharusnya membentuk badan penawasan perpustakaan, tentang bagaimana perkembangan pengelolaan perpustakaan setiap tahunnya. Standarisasi perpustakaan yang seharusnya terdapat peningkatan karena semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan informasi maka dibutuhkan pula keberadaan perpustakaan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan sumber informasi.
Pada pasal 6 raperda disebutkan, setiap penyelenggara tempat dan atau fasilitas umum wajib menyediakan taman bacaan atau sudut baca serta wajib mendaftarkan di Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya. Fasum yang dimaksudkan pasal itu meliputi fasum komersial dan fasum sosial. Fasum komersial, di antaranya, mal, plaza, rumah sakit, restoran, dan salon. Sedangkan fasum sosial, antara lain, taman kota, rumah susun, dan balai kelurahan.
Bagi masyarakat yang makin terkontaminasi budaya dan intervensi global, ada baiknya upaya menumbuhkan perilaku gemar membaca dibangun sebagai bagian dari gaya hidup (lifestyle) metropolitan. Tidak seperti pendekatan klasik yang memersepsi membaca semata sebagai proses pencerdasan bangsa. Dengan menempatkan kegiatan membaca sebagai bagian dari atribut, simbol, dan gaya hidup masyarakat, bukan tidak mungkin kegiatan membaca tumbuh menjadi bagian dari budaya massa yang mengasyikkan (Rahma Sugihartati:2008).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih